disapedia.com Dataran Tinggi Dieng, yang terletak di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, bukan hanya terkenal dengan keindahan alamnya seperti kawah, telaga, dan candi kuno. Lebih dari itu, Dieng juga dikenal karena fenomena budaya yang unik dan penuh misteri: anak-anak berambut gimbal. Di desa ini, munculnya rambut gimbal pada anak-anak bukanlah hal biasa, melainkan diyakini sebagai pertanda khusus yang berkaitan dengan kekuatan supranatural dan spiritual.
Asal Usul Mitos Rambut Gimbal
Masyarakat Dieng percaya bahwa anak-anak yang memiliki rambut gimbal adalah titisan dari para leluhur atau makhluk gaib yang disebut sebagai “penjaga Dieng”. Konon, mereka yang memiliki rambut gimbal adalah anak-anak pilihan yang dipilih oleh kekuatan supranatural untuk menjaga keseimbangan antara alam nyata dan alam gaib.
Asal usul mitos ini tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan lokal yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Menurut legenda, rambut gimbal merupakan warisan dari tokoh spiritual yang dahulu kala pernah hidup di Dieng, seperti tokoh Ratu Shima atau makhluk astral penjaga kawasan tersebut. Masyarakat percaya bahwa rambut gimbal muncul secara alami dan tidak boleh dipotong sembarangan karena bisa membawa musibah atau kemalangan bagi anak tersebut maupun keluarganya.
Ciri-Ciri Anak Berambut Gimbal
Anak-anak dengan rambut gimbal di Dieng biasanya mulai menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan rambut unik ini saat mereka masih berusia 1 hingga 3 tahun. Rambut gimbal ini berbeda dari rambut gimbal biasa yang terbentuk karena tidak disisir atau dirawat. Rambut gimbal anak-anak Dieng terbentuk secara tiba-tiba, sering kali hanya di sebagian kepala, dan tumbuh dengan tekstur yang sangat berbeda dari rambut normal mereka sebelumnya.
Masyarakat sekitar percaya bahwa rambut tersebut merupakan “hadiah” dari kekuatan gaib dan harus dihormati. Mereka juga mempercayai bahwa tidak semua anak bisa memiliki rambut gimbal — hanya mereka yang benar-benar “dipilih”.
Larangan Memotong Rambut Sembarangan
Karena diyakini sebagai pemberian spiritual, rambut gimbal ini tidak boleh dipotong sembarangan. Pemotongan rambut harus dilakukan melalui ritual khusus yang disebut Ruwatan Rambut Gimbal. Jika rambut dipotong tanpa izin atau tanpa memenuhi keinginan si anak, dipercaya akan membawa malapetaka.
Ruwatan ini biasanya hanya dilakukan setelah anak tersebut mengungkapkan keinginannya sendiri untuk dipotong rambutnya. Anehnya, permintaan anak-anak ini sering kali tidak biasa, mulai dari meminta mainan tertentu hingga ingin makan makanan spesifik atau bahkan meminta benda-benda yang sulit ditemukan. Permintaan itu dianggap sebagai bagian dari “restu” dari kekuatan gaib yang melekat pada anak tersebut.
Prosesi Ruwatan yang Sakral
Prosesi ruwatan biasanya dilakukan setahun sekali, bertepatan dengan Dieng Culture Festival. Festival ini diadakan setiap bulan Agustus dan telah menjadi daya tarik wisata budaya yang besar. Dalam prosesi ini, anak-anak berambut gimbal akan didandani dengan pakaian adat Jawa dan diarak keliling desa dengan iringan musik tradisional dan doa-doa dari tokoh adat serta tokoh agama setempat.
Acara ini diakhiri dengan pemotongan rambut di tempat terbuka, biasanya di kompleks candi atau lapangan luas, disaksikan oleh masyarakat dan wisatawan. Rambut yang telah dipotong tidak dibuang begitu saja, melainkan dihanyutkan ke sungai atau danau sebagai simbol pembersihan diri dan pelepasan energi gaib yang melekat pada anak tersebut.
Simbol Keseimbangan dan Identitas Budaya
Lebih dari sekadar fenomena unik, rambut gimbal anak-anak Dieng menjadi simbol kearifan lokal dan identitas budaya yang kuat. Di tengah derasnya arus modernisasi, masyarakat Dieng tetap menjaga kepercayaan ini sebagai warisan leluhur yang tidak ternilai. Mereka melihatnya sebagai pengingat bahwa manusia tidak hidup sendiri di dunia ini, melainkan berdampingan dengan kekuatan-kekuatan tak terlihat yang harus dihormati.
Tradisi ini juga mengajarkan pentingnya mendengarkan anak dan menghargai kehendaknya — dalam konteks spiritual sekalipun. Sebuah nilai yang mungkin tidak banyak ditemukan dalam praktik budaya lain.
Ketertarikan Wisatawan dan Peran Media
Fenomena ini semakin dikenal luas berkat peran media dan meningkatnya jumlah wisatawan yang datang ke Dieng. Banyak yang penasaran dengan anak-anak berambut gimbal dan ritual ruwatan yang mengiringinya. Beberapa wisatawan bahkan rela datang jauh-jauh hanya untuk menyaksikan langsung upacara pemotongan rambut yang dianggap sakral ini.
Namun, tak sedikit juga yang mengkritik bahwa tradisi ini mulai dikomersialkan dan kehilangan makna spiritualnya. Ada kekhawatiran bahwa budaya asli akan tergeser oleh kepentingan pariwisata. Meski demikian, masyarakat Dieng berupaya menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya dan potensi ekonomi yang menyertainya.
Penutup
Mitos rambut gimbal pada anak-anak di Desa Dieng adalah potret hidup dari bagaimana tradisi dan kepercayaan lokal terus bertahan di tengah zaman modern. Meski terlihat aneh bagi sebagian orang, tradisi ini membawa pesan mendalam tentang hubungan manusia dengan alam dan dunia spiritual, serta tentang pentingnya menghormati akar budaya sendiri.
Dengan menjaga tradisi ini, masyarakat Dieng tidak hanya melestarikan warisan leluhur, tetapi juga memperkaya mozaik budaya Indonesia yang begitu beragam dan memukau.
baca juga : berita terbaru