Mengapa Idul Adha Lebih Meriah di Negeri Arab?

perbedaan idul fitri dengan idul adha di Negeri Arab

Dalam banyak tradisi Islam di seluruh dunia, Idul Fitri sering kali dianggap sebagai hari raya utama umat Muslim. Namun berbeda dengan di negeri Arab—seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan beberapa negara Teluk lainnya—Idul Adha justru dirayakan jauh lebih besar, lebih khidmat, dan lebih meriah dibandingkan Idul Fitri. Kenapa bisa begitu?

Fenomena ini bukan tanpa alasan. Ada berbagai aspek historis, spiritual, hingga budaya yang melatari perbedaan besar dalam cara masyarakat Arab memperlakukan dua hari raya besar Islam ini. Artikel ini akan membahas secara menyeluruh tentang alasan di balik kemeriahan Idul Adha di negeri Arab.


1. Idul Adha Lebih Dekat dengan Rukun Islam

Salah satu alasan utama mengapa Idul Adha begitu besar di negeri Arab adalah karena hari raya ini terkait langsung dengan pelaksanaan rukun Islam kelima: ibadah haji.

Haji dilakukan di tanah suci Makkah dan Madinah, yang berada di jantung dunia Arab. Ketika jutaan Muslim dari seluruh dunia datang ke Arab Saudi untuk menunaikan haji, suasana spiritual, semangat persatuan, dan pengorbanan menjadi sangat terasa. Warga lokal ikut terlibat langsung dalam pelayanan jemaah haji, baik sebagai pekerja, relawan, maupun tuan rumah.

Sehingga, bukan hanya karena faktor ibadah, tapi juga karena peran sentral negeri Arab dalam pelaksanaan haji menjadikan Idul Adha sebagai momen spiritual terbesar dalam kalender Islam mereka.


2. Kisah Nabi Ibrahim Lebih Dihayati

Idul Adha adalah hari raya yang memperingati kisah pengorbanan agung Nabi Ibrahim AS dan anaknya, Ismail AS. Dalam narasi Islam, momen ini menjadi simbol totalitas pengabdian kepada Allah SWT. Di negeri Arab, yang notabene adalah lokasi dari sejarah tersebut—terutama Makkah dan Mina—kisah ini tidak hanya diceritakan, tetapi juga dihidupkan.

Tradisi penyembelihan hewan qurban dilakukan secara besar-besaran di Arab. Pemerintah Arab Saudi bahkan mendistribusikan daging qurban ke berbagai negara sebagai bentuk solidaritas internasional.

Karena itu, suasana Idul Adha di Arab terasa lebih sakral dan penuh semangat ibadah, berbeda dengan sebagian besar negara lain yang lebih merayakan Idul Fitri secara sosial dan kekeluargaan.


3. Durasi Libur Lebih Panjang

Di banyak negara Arab, libur Idul Adha bisa berlangsung selama 4 hingga 10 hari, tergantung kebijakan pemerintah setempat. Bandingkan dengan Idul Fitri, yang kadang hanya diberi jatah libur 1–2 hari saja.

Durasi libur yang panjang memungkinkan keluarga untuk berkumpul, bepergian, menyembelih hewan qurban, serta menghadiri berbagai kegiatan keagamaan. Karena libur panjang ini pula, perayaan Idul Adha menjadi lebih terasa dan diantisipasi banyak orang.


4. Ekonomi Berputar di Momen Idul Adha

Pasar hewan ternak di Arab menjadi sangat hidup menjelang Idul Adha. Peternakan lokal maupun impor dari Afrika, Asia Selatan, dan wilayah lain memasok jutaan hewan qurban.

Tak hanya peternak, pelaku usaha kuliner, tekstil, pariwisata religi, hingga logistik juga merasakan peningkatan tajam menjelang dan saat Idul Adha. Artinya, secara ekonomi, Idul Adha memberikan dampak yang lebih besar bagi masyarakat Arab daripada Idul Fitri.

Selain itu, program pemerintah Arab Saudi terkait penyaluran daging qurban ke lebih dari 40 negara juga membuka peluang logistik dan diplomasi kemanusiaan.


5. Nuansa Spiritual yang Lebih Kuat

Selama sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah—yang berpuncak pada Idul Adha—umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal, zikir, puasa, dan sedekah. Ini berbeda dengan Idul Fitri yang justru menjadi akhir dari bulan Ramadan.

Orang Arab sangat menekankan kesucian dan keutamaan hari-hari awal Dzulhijjah, terutama karena mereka hidup di tempat terjadinya peristiwa besar Islam seperti Arafah, Mina, dan Ka’bah.

Karena itu, sejak awal bulan Dzulhijjah, suasana religius sudah sangat terasa, dan masyarakat Arab lebih menghayati bulan ini sebagai puncak dari ibadah dan pengorbanan.


6. Idul Fitri Lebih Sederhana di Arab

Menariknya, Idul Fitri di negeri Arab justru dirayakan secara sederhana. Tidak ada takbiran keliling, pesta petasan, atau pesta pakaian baru yang terlalu mencolok seperti di Indonesia.

Warga Arab lebih memfokuskan diri pada shalat Id, saling memaafkan, dan makan bersama keluarga. Perayaannya cenderung tenang dan tidak semeriah Idul Fitri di Asia Tenggara.

Hal ini menunjukkan perbedaan budaya dalam memaknai hari raya: jika di Indonesia Idul Fitri identik dengan mudik dan baju baru, di Arab lebih kepada ibadah dan keheningan pasca-Ramadan.


7. Tradisi Qurban sebagai Puncak Perayaan

Puncak dari Idul Adha adalah ibadah qurban. Dan di negeri Arab, penyembelihan qurban dilakukan secara masif dan terorganisir, bahkan ada yang disiarkan langsung oleh media nasional.

Pemerintah dan organisasi amal mengatur distribusi hewan secara merata, dan daging qurban dikirimkan ke masyarakat miskin dan pengungsi di berbagai negara.

Atmosfer qurban ini menjadi sangat kuat dan mengakar dalam budaya Arab, sehingga perayaan Idul Adha terasa lebih hidup, monumental, dan penuh solidaritas sosial.


Kesimpulan: Dimensi Ibadah Lebih Kuat dari Dimensi Sosial

Perbedaan besar antara perayaan Idul Adha dan Idul Fitri di negeri Arab terletak pada dimensi spiritual dan geografis. Idul Adha lebih menekankan ibadah, pengorbanan, dan keikhlasan, yang semuanya terhubung erat dengan Tanah Suci dan pelaksanaan haji.

Sementara Idul Fitri, meskipun memiliki nilai spiritual tinggi karena menjadi momen kemenangan setelah puasa Ramadan, lebih dirayakan secara sosial dan personal di negeri Arab.

Karena itu, tidak mengherankan jika di tahun-tahun mendatang pun, Idul Adha tetap menjadi hari raya utama di dunia Arab, sementara di negara lain seperti Indonesia, Idul Fitri mungkin masih jadi yang paling meriah secara budaya.

baca juga : dinamika politik indonesia arah baru atau jalan lama

Pos terkait