Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) telah menjadi motor penting dalam pembangunan ekonomi pedesaan di Indonesia. Didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, BUMDes bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengelolaan potensi desa secara mandiri dan profesional. Namun, yang menjadi tantangan utama hingga kini adalah bagaimana anggaran BUMDes diatur dan dikelola secara efektif di setiap wilayah yang memiliki karakteristik berbeda-beda.
Landasan Hukum dan Regulasi Pengaturan Anggaran
BUMDes mendapatkan anggaran dari berbagai sumber, antara lain dana desa, penyertaan modal desa, hibah dari pemerintah pusat atau daerah, serta kerja sama dengan pihak ketiga. Pengaturan anggaran BUMDes secara umum telah diatur melalui Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT), khususnya Permendes PDTT No. 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa.
Namun, penerapan peraturan ini tidak selalu seragam di semua wilayah. Perbedaan karakteristik geografis, kapasitas aparatur desa, serta potensi ekonomi lokal membuat pengelolaan anggaran BUMDes sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Mekanisme Penganggaran di Tiap Wilayah
Di wilayah Jawa, BUMDes cenderung lebih maju dalam hal administrasi dan struktur organisasi. Hal ini disebabkan oleh akses informasi dan pelatihan yang lebih mudah, serta dukungan pemerintah daerah yang relatif lebih intensif. Anggaran BUMDes di Jawa umumnya dialokasikan untuk unit usaha seperti simpan pinjam, pengelolaan pasar desa, dan pertanian modern.
Di luar Jawa, khususnya wilayah timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur dan Papua, pengaturan anggaran BUMDes menghadapi tantangan lebih besar. Terbatasnya infrastruktur dan keterbatasan sumber daya manusia menyebabkan banyak BUMDes belum mampu menyusun rencana anggaran secara rinci. Bahkan, ada beberapa desa yang masih belum membentuk BUMDes karena keterbatasan pemahaman dan dukungan teknis.
Tantangan dan Masalah Umum
Beberapa masalah utama dalam pengaturan anggaran BUMDes di berbagai wilayah meliputi:
-
Kurangnya SDM Berkualitas: Banyak aparatur desa belum memiliki kemampuan dalam menyusun laporan keuangan atau melakukan perencanaan bisnis.
-
Minimnya Pengawasan: Di beberapa daerah, tidak ada mekanisme audit yang kuat. Hal ini menyebabkan potensi penyalahgunaan dana desa cukup tinggi.
-
Ketergantungan pada Dana Desa: Banyak BUMDes terlalu bergantung pada dana desa tanpa mengembangkan strategi untuk memperoleh pendapatan mandiri dari usaha produktif.
-
Tidak Ada Standar Nasional yang Seragam: Meskipun regulasi nasional ada, setiap daerah memiliki interpretasi dan implementasi berbeda-beda, yang mengakibatkan ketimpangan kinerja antar BUMDes.
Studi Kasus: BUMDes Sukses dan Gagal
Sebagai contoh sukses, BUMDes Tirta Mandiri di Desa Ponggok, Klaten, Jawa Tengah, mampu mengelola anggaran hingga miliaran rupiah dengan memanfaatkan potensi wisata air. Kunci kesuksesan mereka adalah perencanaan matang, keterlibatan masyarakat, serta pengawasan transparan.
Sementara itu, di daerah Kalimantan, terdapat kasus BUMDes yang hanya berjalan setahun karena anggaran habis untuk operasional tanpa menghasilkan keuntungan. Ini mencerminkan perlunya pelatihan manajemen keuangan dan pemetaan potensi usaha secara lebih akurat sebelum pengucuran anggaran.
Strategi Penguatan Pengaturan Anggaran
Untuk meningkatkan pengelolaan anggaran BUMDes di seluruh wilayah Indonesia, beberapa strategi yang bisa dilakukan antara lain:
-
Digitalisasi Laporan Keuangan: Penggunaan sistem digital dalam pencatatan keuangan akan memudahkan pengawasan dan meningkatkan akuntabilitas.
-
Pelatihan Manajerial dan Keuangan: Pemerintah perlu menggencarkan pelatihan bagi pengurus BUMDes agar mereka paham cara menyusun Rencana Anggaran Belanja (RAB) dan mengelola keuangan.
-
Kolaborasi Antar Desa: Desa-desa dengan BUMDes yang sukses dapat menjadi mentor bagi desa lain yang masih kesulitan dalam pengaturan anggaran.
-
Penyesuaian Berdasarkan Wilayah: Perlu adanya fleksibilitas dalam kebijakan pusat agar dapat disesuaikan dengan kondisi riil di masing-masing daerah.
Peran Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah (pemda) memegang peran strategis dalam memastikan BUMDes berjalan optimal. Mereka perlu memberikan bimbingan teknis, pendampingan hukum, dan melakukan monitoring berkala. Beberapa pemda juga mulai membuat kebijakan insentif bagi desa yang BUMDes-nya menunjukkan performa baik, misalnya berupa tambahan dana penyertaan modal.
Harapan ke Depan
BUMDes memiliki potensi besar untuk menggerakkan ekonomi lokal, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes). Agar hal ini tercapai, pengaturan anggaran harus menjadi perhatian utama. Pengawasan yang ketat, pelaporan yang transparan, dan pembinaan berkelanjutan akan menjadi kunci bagi keberhasilan BUMDes di seluruh Indonesia.
Kementerian Desa dan lembaga terkait juga perlu menyusun pedoman teknis yang lebih detail dan aplikatif bagi daerah-daerah tertinggal agar tidak tertinggal dalam pembangunan ekonomi desa.
Kesimpulan
Pengaturan anggaran BUMDes di Indonesia sangat bergantung pada kemampuan lokal dan dukungan kebijakan daerah. Perbedaan kondisi sosial dan ekonomi di tiap wilayah menuntut adanya pendekatan yang adaptif dan inklusif. Dengan manajemen yang baik, dana desa bisa menjadi pemicu berkembangnya ekonomi desa yang berkelanjutan.
baca juga : kisah sukses angkringan beromzet puluhan juta rupiah