Di era digital saat ini, media sosial menjadi bagian penting dalam kehidupan Generasi Z (Gen Z). Mereka adalah generasi yang lahir dan tumbuh bersama internet, smartphone, dan arus informasi tanpa henti. Namun, kedekatan mereka dengan dunia maya tidak selalu memberikan dampak positif. Dua kebiasaan yang semakin sering terlihat adalah FOMO (Fear of Missing Out) dan oversharing.
Fenomena ini tidak hanya berdampak pada gaya hidup digital Gen Z, tetapi juga menyentuh aspek kesehatan mental, hubungan sosial, dan identitas diri. Dalam artikel ini, kita akan membahas lebih dalam apa itu FOMO dan oversharing, mengapa Gen Z rentan terhadapnya, serta bagaimana mengelola kebiasaan ini secara lebih sehat.
1. Apa Itu FOMO dan Mengapa Gen Z Rentan?
FOMO adalah perasaan takut tertinggal atau tidak ikut serta dalam pengalaman sosial yang sedang dinikmati orang lain. Gen Z, yang selalu terhubung dengan media sosial, sering kali melihat unggahan teman atau tokoh publik sedang berlibur, menghadiri acara seru, atau menikmati gaya hidup mewah. Ini memicu perasaan “aku tidak cukup” atau “aku harus ikut terlihat bahagia”.
Mengapa Gen Z sangat rentan terhadap FOMO?
-
Mereka tumbuh dengan media sosial sebagai ruang utama interaksi sosial.
-
Validasi sering kali didapatkan dari likes, komentar, atau views.
-
Mereka membentuk identitas diri dari citra digital.
FOMO bukan hanya sekadar rasa iri, tapi bisa berkembang menjadi kecemasan, stres, bahkan depresi jika tidak dikelola dengan baik.
2. Dampak Negatif FOMO terhadap Gen Z
Beberapa dampak buruk dari FOMO pada Gen Z antara lain:
-
Kecemasan sosial: Mereka merasa harus selalu tahu apa yang terjadi di lingkaran sosial mereka.
-
Sulit fokus dan tidak tenang: Selalu ingin memeriksa notifikasi, update story, atau scroll media sosial.
-
Pengeluaran tidak terkontrol: Demi “ikut-ikutan” atau tampil eksis, mereka rela menghabiskan uang untuk hal yang tidak dibutuhkan.
-
Merasa hidup sendiri tidak cukup menarik: FOMO membuat kehidupan sehari-hari terasa membosankan dibanding kehidupan orang lain yang tampil sempurna di internet.
3. Apa Itu Oversharing dan Bagaimana Itu Terjadi?
Oversharing adalah kebiasaan membagikan terlalu banyak informasi pribadi secara daring, baik lewat story, postingan, komentar, atau bahkan konten yang bersifat curhat terbuka. Misalnya:
-
Membagikan masalah keluarga atau asmara secara terbuka.
-
Curhat tentang pekerjaan atau sekolah secara berlebihan.
-
Menunjukkan lokasi secara real-time atau aktivitas sensitif.
Gen Z terbiasa berbagi untuk mencari dukungan, pengakuan, atau sekadar merasa “didengar”. Tapi oversharing bisa membuka celah bagi risiko privasi, pencemaran nama baik, hingga kejahatan digital.
4. Mengapa Oversharing Jadi Tren?
Beberapa alasan mengapa Gen Z sering melakukan oversharing:
-
Kebutuhan akan validasi sosial: Ingin dikomentari, disukai, atau diviralkan.
-
Budaya “terbuka” yang disalahartikan: Berbagi dianggap keren, jujur, atau ekspresif, padahal bisa berbahaya jika tidak terkendali.
-
Tekanan dari algoritma media sosial: Semakin sering update, semakin besar peluang dilihat orang.
-
Kurangnya batas antara ruang publik dan pribadi.
5. Dampak Oversharing bagi Kehidupan Pribadi
Oversharing bisa menyebabkan:
-
Risiko keamanan: Informasi pribadi yang dibagikan bisa dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab.
-
Kehilangan privasi: Kehidupan pribadi jadi konsumsi publik, bahkan bisa memengaruhi reputasi.
-
Menurunnya kualitas relasi nyata: Gen Z lebih sibuk membagikan momen ketimbang menikmatinya secara langsung.
-
Stres dan penyesalan: Ketika postingan yang dibagikan menuai komentar negatif atau disalahartikan, mereka bisa mengalami tekanan mental.
6. Peran Media Sosial: Pisau Bermata Dua
Media sosial sebenarnya adalah alat. Ia bisa menjadi jembatan koneksi dan informasi, tapi juga bisa menjadi jebakan ilusi. Bagi Gen Z, peran media sosial sangat kuat dalam membentuk pola pikir, emosi, dan kebiasaan hidup.
FOMO dan oversharing lahir dari budaya digital yang:
-
Mendorong eksistensi 24/7
-
Menyajikan kehidupan yang “disunting” dengan sempurna
-
Mengaburkan batas antara aktual dan artifisial
Inilah tantangan terbesar bagi Gen Z: mampu hadir di dunia maya tanpa kehilangan kontrol atas dirinya sendiri.
7. Bagaimana Mengelola FOMO dan Oversharing?
Ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengelola dua kebiasaan ini secara lebih sehat:
a. Sadari Pola dan Pemicu
Amati kapan kamu mulai merasa FOMO atau terdorong untuk overshare. Apakah setelah melihat postingan tertentu? Apakah karena merasa kesepian?
b. Kurangi Waktu di Media Sosial
Cobalah detoks digital harian. Batasi screen time dan tentukan waktu tanpa media sosial, misalnya sebelum tidur atau saat makan.
c. Pisahkan Dunia Maya dan Dunia Nyata
Ingat bahwa media sosial bukan kenyataan penuh. Banyak hal yang disunting dan tidak mencerminkan kehidupan sebenarnya. Fokus pada kehidupan offline yang autentik.
d. Lindungi Privasi
Sebelum memposting, tanyakan pada diri: “Apakah ini informasi yang aman untuk dibagikan?” “Apakah ini perlu diketahui semua orang?”
e. Bangun Kebiasaan Self-Validation
Alih-alih mencari validasi dari luar, latihlah kebiasaan afirmasi diri: “Aku cukup,” “Aku tidak perlu membandingkan,” “Hidupku valid meski tak selalu tampil.”
8. Peran Orang Tua dan Lingkungan Sekitar
Untuk membantu Gen Z, lingkungan sekitar juga perlu memahami dinamika dunia maya yang mereka hadapi. Orang tua dan guru bisa:
-
Membangun komunikasi terbuka
-
Tidak sekadar melarang, tapi memberi pemahaman
-
Menjadi contoh penggunaan media sosial yang sehat
-
Mendukung aktivitas sosial dan hobi di dunia nyata
9. Kesimpulan: Kendali Ada di Tangan Kita
FOMO dan oversharing bukan hanya kebiasaan buruk, tapi sinyal bahwa Gen Z butuh lebih banyak kesadaran digital. Dunia maya tidak akan berhenti menawarkan ilusi kebahagiaan dan kesempurnaan. Tapi dengan pengelolaan yang tepat, Gen Z bisa tetap hadir di media sosial tanpa kehilangan jati diri.
Keseimbangan adalah kuncinya. Berbagi boleh, tapi tidak semua harus dibagikan. Ingin ikut tren sah-sah saja, tapi bukan berarti harus merasa tertinggal. Jangan biarkan dunia maya memimpin hidupmu—kamulah yang seharusnya memimpin dunia mayamu.