Perbedaan Mencolok Siswa Sekolah di China & Indonesia

perbedaan siswa dichina dan di indonesia
banner 468x60

Perbedaan Mencolok Siswa Sekolah di China dan Indonesia

Sistem pendidikan di seluruh dunia mencerminkan nilai dan budaya masyarakatnya. Salah satu perbandingan yang menarik untuk dikaji adalah antara pendidikan di China dan Indonesia. Meskipun keduanya berada di Asia dan memiliki latar belakang sejarah yang kaya, pendekatan terhadap pendidikan, gaya belajar siswa, hingga tekanan akademik yang dirasakan sangatlah berbeda.

Artikel ini membahas perbedaan mencolok antara siswa sekolah di China dan Indonesia, serta dampaknya terhadap perkembangan mental, sosial, dan akademik mereka.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

1. Sistem Pendidikan yang Terstruktur vs. Fleksibel

Di China, sistem pendidikan sangat terstruktur dan terpusat. Kurikulum nasional dirancang oleh pemerintah pusat dan diterapkan secara ketat di seluruh negeri. Standar evaluasi tinggi dan persaingan antarsiswa sangat ketat.

Sebaliknya, di Indonesia sistem pendidikan cenderung lebih fleksibel, dengan berbagai kurikulum seperti Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 yang memberikan ruang kreativitas guru dan sekolah. Meskipun ada standar nasional, penerapannya bisa sangat bervariasi antar daerah.


2. Tekanan Akademik yang Ekstrem di China

Siswa di China dikenal menghadapi tekanan akademik yang luar biasa, terutama saat menghadapi ujian masuk perguruan tinggi nasional, Gaokao. Ujian ini menjadi penentu masa depan pendidikan dan karier mereka. Akibatnya, siswa bisa belajar hingga 12-14 jam sehari, termasuk les tambahan dan belajar malam hari di sekolah.

Di Indonesia, meskipun ujian nasional sempat menjadi fokus utama, tekanannya relatif tidak seintens di China. Kini, dengan sistem zonasi dan lebih banyak jalur seleksi, tekanan akademik tidak seberat di Tiongkok. Banyak siswa Indonesia masih bisa menyeimbangkan waktu belajar dan waktu bersosialisasi.


3. Budaya Disiplin vs. Toleransi Kelonggaran

Kedisiplinan adalah bagian penting dari pendidikan di China. Siswa diajarkan sejak dini untuk menghargai waktu, taat aturan, dan patuh terhadap guru. Kehadiran, ketepatan waktu, dan tanggung jawab belajar sangat ditekankan.

Sebaliknya, siswa di Indonesia sering kali mendapat toleransi lebih besar dalam hal disiplin. Tidak hadir tanpa keterangan, keterlambatan, bahkan mengerjakan PR di sekolah masih dianggap lumrah. Tentu ada sekolah-sekolah yang sangat ketat, namun secara umum, tingkat disiplin siswa tidak seketat di China.


4. Hubungan Guru dan Siswa

Di China, guru sering dianggap seperti figur otoritatif yang sangat dihormati. Interaksi antara guru dan siswa bersifat formal dan jarang bersifat pribadi. Siswa jarang menyela, dan pembelajaran didominasi metode ceramah.

Di Indonesia, hubungan antara guru dan siswa cenderung lebih cair dan personal. Banyak guru menjadi teman diskusi bagi siswa, dan pendekatan mengajar lebih variatif. Meskipun ada rasa hormat, struktur komunikasi di kelas lebih terbuka.


5. Ekstrakurikuler dan Kehidupan Sosial

Siswa di Indonesia umumnya memiliki lebih banyak waktu untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan membangun kehidupan sosial. Kegiatan seperti pramuka, seni, olahraga, dan organisasi OSIS sangat populer dan dianggap bagian dari pendidikan karakter.

Di China, karena padatnya jadwal belajar dan tuntutan akademik, kegiatan non-akademik lebih terbatas. Hanya siswa yang sudah “beres” dengan kewajiban akademik yang biasanya bisa mengikuti kegiatan tambahan.


6. Peran Orang Tua

Orang tua di China sangat aktif dalam mengatur kehidupan belajar anak-anak mereka. Mereka bisa sangat terlibat dalam pekerjaan rumah, memilih bimbel, bahkan ikut mengatur rutinitas harian. Hal ini didorong oleh budaya “tiger parenting” yang mengutamakan pencapaian akademik.

Di Indonesia, meski keterlibatan orang tua juga penting, tingkat kontrol biasanya lebih rendah. Banyak orang tua memberi anaknya keleluasaan dalam belajar dan memilih aktivitas, apalagi jika orang tua bekerja dan tak sempat mendampingi langsung.


7. Teknologi dalam Pendidikan

China telah jauh melangkah dalam penggunaan teknologi dalam pendidikan. Penggunaan AI, aplikasi belajar, serta sistem pengawasan kelas (bahkan dengan kamera wajah) menjadi hal umum. Teknologi digunakan untuk meningkatkan efektivitas belajar dan mengawasi disiplin siswa.

Di Indonesia, penggunaan teknologi masih terus berkembang, terutama sejak pandemi COVID-19. Namun tantangan infrastruktur di daerah membuat digitalisasi pendidikan belum merata.


8. Etos Belajar dan Motivasi

Siswa China terkenal dengan etos kerja keras yang sangat tinggi. Mereka terbiasa belajar panjang dan menganggap pendidikan sebagai satu-satunya jalan untuk meningkatkan taraf hidup. Motivasi mereka sangat besar untuk sukses akademik.

Di Indonesia, banyak siswa juga rajin dan gigih, tetapi motivasinya bisa beragam. Ada yang belajar untuk nilai, ada yang demi orang tua, dan ada juga yang hanya mengikuti arus. Konsep belajar sepanjang hari belum menjadi norma umum di Indonesia.


9. Pendidikan Karakter

Indonesia belakangan ini mengedepankan pendidikan karakter dalam kurikulum. Nilai seperti kejujuran, gotong royong, dan toleransi menjadi bagian dari pelajaran sehari-hari. Sekolah-sekolah juga aktif mengadakan kegiatan berbasis nilai moral dan agama.

Di China, nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme sangat ditanamkan. Siswa belajar tentang sejarah partai, nasionalisme, serta pentingnya disiplin dan kontribusi untuk negara. Pendidikan moral lebih bersifat kolektif dan tersentralisasi.


10. Fleksibilitas vs. Kompetisi Ketat

Sistem Indonesia memberi siswa ruang untuk memilih dan menyesuaikan minat mereka lebih awal. Jalur vokasi, seni, hingga sekolah berbasis agama memberikan opsi sesuai karakter siswa.

China lebih menekankan kompetisi ketat dan meritokrasi. Jalur akademik adalah jalan utama, dan hanya mereka yang berhasil dalam sistem formal yang mendapat akses terbaik. Jalur vokasi masih dianggap alternatif terakhir.


Kesimpulan

Perbandingan siswa sekolah di China dan Indonesia menunjukkan dua pendekatan pendidikan yang sangat berbeda. Di satu sisi, China menonjol dengan disiplin, tekanan akademik, dan efisiensi. Di sisi lain, Indonesia mengedepankan fleksibilitas, hubungan sosial, dan pendidikan karakter.

Tidak ada sistem yang sempurna. China berhasil mencetak siswa dengan kemampuan akademik tinggi namun kerap dikritik karena tekanan mental yang berat. Indonesia lebih santai, tetapi kadang dinilai kurang kompetitif secara global.

Idealnya, sistem pendidikan yang sehat adalah yang menyeimbangkan pencapaian akademik dan kesejahteraan emosional siswa. Belajar dari perbedaan ini, Indonesia bisa terus mengembangkan kualitas pendidikan tanpa kehilangan nilai-nilai kebudayaannya.

baca juga : mengapa gen z di indonesia pilih iphone sebagai gaya hidup

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *