Asal Usul Candi Tikus dari Masa Prasejarah

Candi-Tikus-Mojokerto
banner 468x60

Asal Usul dan Sejarah Candi Tikus: Dari Prasejarah ke Masa Majapahit

Candi Tikus merupakan salah satu situs peninggalan penting dari masa kejayaan Majapahit yang terletak di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Nama “Candi Tikus” mungkin terdengar unik, bahkan lucu, namun di balik namanya tersimpan jejak panjang sejarah yang mencerminkan perkembangan peradaban Jawa Timur sejak masa prasejarah hingga kerajaan Hindu-Buddha.

Jejak Prasejarah di Tanah Trowulan

Sebelum dikenal sebagai pusat kerajaan Majapahit, Trowulan telah menjadi tempat hunian manusia sejak masa prasejarah. Berbagai penemuan arkeologis di daerah ini menunjukkan bahwa kawasan Mojokerto telah dihuni oleh manusia purba seperti Homo erectus, yang dibuktikan dari temuan fosil manusia purba di Sangiran dan sekitarnya. Meski tidak secara langsung berhubungan dengan Candi Tikus, konteks prasejarah ini penting untuk memahami betapa tuanya sejarah peradaban di kawasan Jawa Timur.

Dalam konteks arkeologis, pembangunan situs-situs keagamaan seperti Candi Tikus dipengaruhi oleh perkembangan budaya dan religius yang dimulai sejak zaman prasejarah, terutama ketika masyarakat mulai mengenal konsep spiritualitas, pemujaan leluhur, serta sistem sosial yang lebih kompleks.

Awal Mula Berdirinya Candi Tikus

Candi Tikus diperkirakan dibangun pada abad ke-13 atau ke-14 Masehi, tepatnya di masa pemerintahan Kerajaan Majapahit. Meski tidak terdapat prasasti khusus yang menjelaskan secara langsung tentang pendirian candi ini, banyak arkeolog sepakat bahwa Candi Tikus digunakan sebagai tempat pemujaan atau lebih tepatnya sebagai tempat pemandian suci (petirtaan).

Bentuk Candi Tikus sangat khas dan tidak seperti candi-candi lainnya. Candi ini berbentuk kolam persegi besar dengan beberapa undakan dan struktur menyerupai menara di tengah kolam. Desain seperti ini menunjukkan pengaruh arsitektur Hindu, terutama berkaitan dengan pemujaan terhadap dewa air, yakni Varuna.

Air dalam kepercayaan Hindu-Buddha sangat penting, bukan hanya sebagai simbol kesucian, tetapi juga sebagai elemen penyuci jiwa dan raga. Oleh karena itu, Candi Tikus diyakini sebagai tempat penyucian, yang digunakan oleh para bangsawan atau tokoh keagamaan pada masa Majapahit sebelum melaksanakan ritual keagamaan.

Asal Usul Nama “Candi Tikus”

Nama “Candi Tikus” tidak berasal dari zaman Majapahit, melainkan diberikan oleh masyarakat lokal pada masa modern. Ketika candi ini ditemukan kembali pada tahun 1914 oleh warga setempat, mereka melihat bahwa situs tersebut dipenuhi oleh sarang tikus. Oleh sebab itu, tempat tersebut dinamai “Candi Tikus”.

Penemuan kembali ini terjadi saat Bupati Mojokerto kala itu, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, melakukan penggalian di kawasan Trowulan. Candi Tikus kemudian dibersihkan dan diteliti lebih lanjut, dan pada tahun 1985, dilakukan pemugaran oleh pemerintah Indonesia agar situs ini dapat dijadikan objek wisata sejarah.

Fungsi dan Simbolisme Arsitektur

Keunikan struktur Candi Tikus membuatnya berbeda dari candi lain yang biasanya berbentuk vertikal dan menjulang. Di sini, kita melihat struktur yang lebih horizontal, terfokus pada kolam dan sumber air. Beberapa peneliti menyebut bahwa bentuk menara di tengah kolam mencerminkan Gunung Meru, gunung suci dalam kepercayaan Hindu-Buddha.

Terdapat pula sistem saluran air yang kompleks, menunjukkan kemajuan teknik bangunan dan sistem irigasi Majapahit pada masa itu. Hal ini memperkuat dugaan bahwa Candi Tikus memiliki fungsi spiritual sekaligus praktis sebagai sumber air untuk kebutuhan sehari-hari.

Candi Tikus dan Kejayaan Majapahit

Kerajaan Majapahit dikenal sebagai salah satu kerajaan terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-14. Pusat pemerintahannya yang terletak di Trowulan dikelilingi oleh berbagai situs penting seperti Candi Brahu, Candi Bajang Ratu, dan tentu saja Candi Tikus. Kehadiran candi-candi ini menjadi bukti betapa megah dan majunya peradaban Majapahit dalam bidang arsitektur, teknologi, dan keagamaan.

Candi Tikus menjadi representasi dari sistem keagamaan dan pemerintahan yang mengedepankan kesucian dan keteraturan. Tempat ini mungkin saja digunakan oleh keluarga kerajaan atau elite agama untuk melakukan upacara penyucian sebelum kegiatan penting.

Pelestarian dan Peran di Masa Kini

Sebagai warisan budaya nasional, Candi Tikus kini menjadi bagian dari kompleks wisata sejarah Trowulan. Pemerintah melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) telah melakukan pemugaran dan pelestarian agar situs ini tetap terjaga. Kunjungan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, menunjukkan bahwa peninggalan sejarah seperti Candi Tikus masih memiliki daya tarik yang tinggi.

Tak hanya sebagai tempat wisata, Candi Tikus juga digunakan sebagai media edukasi sejarah dan budaya bagi pelajar serta masyarakat umum. Festival budaya dan kegiatan spiritual kadang juga dilakukan di area ini sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai leluhur.

Kesimpulan

Candi Tikus bukan sekadar kolam kuno di tengah sawah. Ia merupakan simbol dari perjalanan panjang peradaban di Pulau Jawa—dari masa prasejarah, masuknya pengaruh Hindu-Buddha, hingga kejayaan Majapahit. Berdiri di tanah yang telah dihuni manusia ribuan tahun lalu, Candi Tikus menjadi saksi bisu betapa tinggi nilai spiritual, teknik bangunan, dan budaya masyarakat Jawa pada masa lampau.

Keunikan arsitekturnya yang berfokus pada air menyimpan filosofi mendalam tentang kehidupan, kesucian, dan keseimbangan. Di era modern ini, Candi Tikus bukan hanya peninggalan sejarah, tetapi juga jendela untuk mengenal jati diri bangsa yang berakar dari kekayaan budaya dan spiritualitas nenek moyang.

baca juga : tanam rambut di turki solusi botak yang sedang tren

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *